SISI LAIN PERANG BHARATAYUDHA


     Perang bharatayudha di padang kuruksetra sangat kesohor, kisah tersebut berakhir dengan kemenengan ada di pihak pandawa. Kebenaran selalu menang, Satyam Eva Jayate. Sebelum perang agung tersebut berlangsung, ada pristiwa penting dan menarik yang perlu diangkat kepermukaan,
karena vibrasinya besar, sesaat sebelum perang dimulai, para petinggi militer membunyikan kerangnya masing-masing, sebagai petanda perang akan segera berkecamuk. arjuna menlup Devadata, Sri Krishna membunyikan Panca Janya, Bima dengan Paundramnya. Suasana menjadi mencekam, suara anjing melolong, membuat bulu roma berdiri. Setelah mendekat dan melihat siapa
siapa yang ada di pihak lawan, badan Arjuna gemetar, mulutnya terasa kering, kulitnya terasa terbakar, bulu romanya berdiri, dan kepala pening. Arjuna lunglai bahwa yang akan dihadapinya dalam perang adalah pribadi-pribadi yang sudah sangat dikenalnya, bahkan dikaguminya. Ada guru Drona, ada Bhisma, kakek yang sangat dihormati.

(https://www,google.com)

      Pada saat Arjuna berada pada jurang kesedihan, Sri Krishna berperan sebagai guru sejati, sehingga keraguannya sima. Ada dialog yang sangat intens antara Arjuna dengan Sri Krishna sebelum Arjuna memutuskan berperang penuh semangat, tentu saja dengan motivasi yang berbeda dari sebelumnya. Bhagavadgita kitab suci yang merupakan buah dari percakapan tersebut. Banyak pelajaran yang dapat dipetik dari percakapan tersebut antara lain:

Pertama. Harus ada yang siap menjadi pendengar. Dialog baru dapat berlangsung dengan baik kalau ada yang siap menjadi pendengar setia. kalau kedua belah pihak berperan sebagai pembicara dan tidak ada yang mau menjadi pendengar, maka dialog tidak akan mendatangkan hasil. Menjelang perang Bharatayudha, Sri Krishna dengan sabar mendengarkan segala unek-unek yang dikemukakan oleh Arjuna. Beragam alasan baik budaya, ekonomi, agama, adat istiadat, maupun kejiwaan diutarakan oleh arjuna sebagai justifikasi untuk menghindarkan diri dari kancah peperangan. Semua keluhan itu didengar dengan baik oleh Sri Krishna, menunggu saat yang tepat untuk memberikan jawaban yang akurat. Hasil Penelitian di bidang psikologipun menunjukkan bahwa sebagian besar penyakit kejiwaan (stres, frustasi, dan atau depreasi) dapat diringankan hanya dengan mengemukakannya  kepada orang yang tepat. Ini artinya peran pendengar sangat besar untuk meringankan penderitaan (Kejiwaan) seseorang.

Kedua. Harus ada keterbukaan dan kepercayaan pada lawan bicara. Arjuna menumpahkan semua isi hatinya kepada Sri Kreshna karena ada kepercayaan. Pembicaraan baru dapat dikatakan konstruktif apabila ada keterbukaan dan kepercayaan antar dua orang atau kelompok yang terlibat pembicaraan. Kalau ada informasi yang ditutup-tutupi oleh salah satu pihak (Arjuna), maka solusi yang akan ditawarkan oleh kawan bicara (Sri Krishna) tidak akan mengenai sasaran. Ibarat orang sakit, kalau pergi ke dokter harus menjelaskan secara terbuka jenis keluhannya, supaya obat yang diberikan tepat sasaran. Jadi, kalau mau saran yang tepat atas masalah yang dihadapi, maka kita harus percaya kepada lawan bicara dan menceritakan secara komprehensif masalah-masalah yang dihadapi.

Ketiga. Berbicaralah (hanya) kepada orang yang tepat. Arjuna dengan sangat tepat memilih Sri Krishna sebagai tempat menumpahkan segala permasalahan yang dihadapinya. Dengan memilih orang yang tepat sebagai lawan bicara, diharapkan akan keluar solusi yang terbaik, bukan menambah runyam persoalan. Dari kehidupan keseharian kita tahu, bahwa banyak diantara kita yang kalau ada masalah langsung mengeluhkannya kepada Hyang Widhi, memang begitu seharusnya. Beliau Maha Pengasih dan Maha Mendengar. Bisa dibayangkan apa yang akan terjadi pada diri Arjuna seandainya tidak punya teman baik seperti Sri Krishna?.

Keempat. Berdialog harus dua arah. Dari kejadian di padang Kuruksetra kita dapat mengetahui bahwa pembicaraan antara Arjuna dengan Sri Krishna berlangsung dalam suasana penuh keakraban, tidak ada yang mendominasi pembicaraan. Arjuna dapat dengan lepas menceritakan semua masalah yang dihadapinya. Walaupun situasinya gawat, pembicaraan tetap berlangsung menyenangkan. Dari sini kita mendapat pelajaran bahwa agar pembicaraan dapat menghasilkan solusi yang terbaik, maka pembicaraan harus berlangsung dua arah, tidak bisa searah. Tidak ada yang merasa digurui dan tidak ada yang merasa menggurui, walaupun sebenarnya pada saat tersebut Sri Krishna bertindak sebagai guru sejati.


By: I Gede Bayu A.W 
   

0 komentar:

Mohon Memberikan Saran Maupun Pesan Untuk Muda Mudi Pakar, Agar Kedepan Menjadi Suatu Organisasi Selalu Soladaritas Dan Bersatu